Pelangi Selepas Gerimis

Karya : rifka fitrotuzzakia

“sayang, bila ada suatu pilihan yang sulit, di dunia ini, mungkin aku akan lebih memilih anakku hidup dan melihat pelangi” ucap Mirna dalam hati
……
Malam yang sangat dingin, hingga gagak hitam ikut menggigil, hinggap pada suatu gubug kayu, samping jalan, pemandangan kota pinggiran, yang semakin terpinggir.
Mirna menangis, ia kesakitan. Ditemani dukun beranak yang berada disampingnya..
Bayi pertamanya lahir, di tengah kota, ditengah lampu gedung gedung tinggi menara yang berarsitektur ke-Eropa-Eropaan. Tapi ia melahirkan bayi di pinggirnya, dipingiiran kota, dalam sebuah gubuk kayu yang sempit.
Aku sangat mencintai Mirna, dia istriku yang satu-satunya mampu mencintaikuAku melihat gurat pelangi setelah gerimis, tiba-tiba fikiranku mulai teringat sesuatu mungkin sudah begitu sangat lama.
Pada suatu hari ketika cahaya matahari malu-malu hadir, diantara awan kelabu tipis yang menutupi. Aku bertemu dengan seorang gadis kecil bertubuh kecil yang sebaya denganku pada sebuah jalanan yang gersang. Gadis hitam itu selalu tersenyum.. ahh… aku kini bisa mengingatnya ketika garis bibirnya tertarik ke atas. Senyumannya yang besar itu selalu seperti pelangi. Bahkan aku heran, kemana keindahan pelangi yang selama ini hilang di langit-langit mendung kota besar.  Gadis kurus itu kembali berbalik pada gubuk kayunya yang kecil. Ia tinggal bersama seorang pemulung yang bernama Pak Nano.
Dengan malu-malu aku datang ke gubugnya, hingga ia keluar, dan ia memakai baju seragam sekolah dasar.  Tiba-tiba hatiku panas sekali.. aku tidak seperti dia yang bersekolah. Aku sangat kecil hati. Tapi gadis kecil itu. Ya.. gadis kecil itu, dengan cinta di sela-sela waktunya ia mengajariku tentang simbol – simbol aksara yang benar-benar mampu membuat peradaban manusia.
Sepuluh tahun kemudian, gadis kecil itu tumbuh, kepintarannya juga tumbuh, namun disaat semuanya serba tumbuh, ia kehilangan sepatu kecilnya, yang selalu dipakainya ketika berangkat ke sekolah, kehilangan sepatu kecilnya membuat gadis itu tidak bisa kembali bersekolah.  gadis itu menangis, membuat langit mendung dan menetaeskan gerimis. Dan tentu saja, membuat dadaku sesak melihatnya,…“kapan kamu dilahirkan?” tanyaku, 
“24 mei” jawab gadis itu “wah berarti kemarin kamu ulang tahun” ucapku
“setiap orang yang berulang tahun berhak untuk memohon permohonan kepada temannya, haha”
“terus apa kado ulang tahun untukmu, kamu mau apa?” tanyaku
“hmm.. aku ingin kamu senyum sajalah, itu sudah cukup” ucap gadis itu
“ayo, hari ini saja?” pintaku
“hmm baiklah, bila kamu memaksa, aku hanya ingin bunga liar” ucap gadis itu
Bunga liar, satu kado ulang tahun permintaannya yang cukup sederhana, secantik apapun bunga liar, bila terletak di pinggiran kota, bunga itu  terlihat biasa,  terabaikan bahkan lama-kelamaan akan layu.  aku ingin segera memetik bunga liar itu bukan untuk merusaknya dengan hawa nafsuku, tetapi aku ingin menyimpannya dalam pot bunga cantik, memberinya air dan merawatnya hingga tumbuh besar, bahkan melahirkan bibit bunga yang serupa sepertinya.
Pernah suatu ketika ketika aku sangat merasa sepi.. hmm mungkin aku merindukan Ayah..
Rasanya dunia terasa begitu sepi tanpa seorang ayah, hujan dilangit senja terasa mesra. Tapi Ayahku, sudah sangat lama aku tidak menjumpainya,. Apa gerimis ini adalah wujud dari air mata ayah yang sedang menangis ketika melihatku?
Ayah..  tak tampak di mataku lagi, mungkin ketidak tampakannya akan membuatku selalu menangis, dan merindukan dari wujud ke-tampakkannya, meskipun sesekali aku sangat ingin sosok orang tua itu tampak di depan mataku.
Di pinggiran kota aku terdiam, ditemani hujan, aku sendirian
Gadis itu memergokiku sedang menangis, ia malah membawakanku sebuah cermun besar seukuran kepalaku.
“mengapa kamu memberikanku sebuah cermin?” tanyaku
“coba lihatlah apa yang ada dalam cermin itu” ucap gadis itu
Aku sangat bingung, dengan sederhana aku menjawab
“tentu ini adalah bayanganku” ucapku
“bukan, coba, sekali lagi, kamu tengok, siapa yang kini berada dalam cermin itu?” tanyanya
Aku benar- benar bingung, lalu aku terdiam,
“di dalam cermin itu ada wajah ayahmu,”
“di dalam tubuhmu, mengandung jantung dan darah ayahmu, jangan bersedih karna merindukan sesuatu yang tidak tampak, karena dengan cermin itu, kamu selalu akan bisa melihat ayahmu” ucap gadis itu sambil terseyum.
Rasanya gerimis senja tadi semakin menghilang, kedudukannya tergantikan warna pelangi yang semakin menghiasai hatiku, aku sangat sayang gadis itu
Kini gadis itu tumbuh menjadi sosok wanita yang selalu menyelimutiku disaat hujan, maupun saat matahari terik.. ia mengandung buah cinta kita berdua, seorang manusia kecil akan tumbuh di sela-sela kita. Dan cermin itu memang benar-benar ajaib. Aku akan menjadi seorang ayah seperti yang selalu aku lihat dalam cermin.
Gadis itu akan selalu kusayang, dan semakin ku sayang,
Tiba-tiba saja, malam di kota besar sedang hujan.. aku benar-benar merasa kehilangan. Potku yang berisi bunga liar, tumpah dan pecah, tanahnya berantakan, akarnya berceceran
Aku menangis, kesakitan.
Gadis itu pergi sambil menciumku
Ku goyangkan-goyangkan badannya, namun gadis itu hanya bisa terdiam
Allah, mengambil pelangi kesayanganku, untuk ditempelkan lagi ke langit
Aku tidak ikhlas dan benar-benar tidak pernah ikhlas, bila pelangiku yang baru kemarin memberikanku cermin dan memberiku tujuh rupa warna menghilang
Diganti pelangi sungguhan
Kemana orang itu..
Kemana gadis ceria itu
Selepas gerimis, ia sudah tak muncul-muncul lagi
# Kondisi Mirna sangat kritis, awalnya ia disuruh memilih mengenai sebuah kehidupan, siapakah yang berhak hidup kali ini, manusia kecil yang berada didalam janinnya, ataukah dirinya.. memilih kehidupan dipandang sangat rumit, namun tidak bagi seorang ibu yang memiliki senyum seperti pelangi
Mirna memilih kehidupan yang lain, meski di satu sisi ia sangat khawatir akan masa depan kehidupan bayinya saat nanti… tapi seorang ibu itu membiarkan dirinya berada dalam rongga tanah yang dingin,
Seorang diri
Share on Google Plus

About cocoretan.co

0 comments:

Post a Comment